Kamis, 24 Januari 2013

Dari Pilgub Papua, Menentukan Masa Depan

Oleh: Topilus B. Tebai *)


Foto, tpn: Tanah Papua, Yang Hijau/Dok. tpn/@SD
Pemilihan kandidat gubernur provinsi Papua semakin panas. Masing-masing kandidat memaparkan visi, misi, rencana program kerja, menghambur janji, tak lupa pula: menggelontorkan puluhan juta rupiah (entah dari mana dapatnya) untuk berkampanye.  Artis pusat  juga lokal didatangkan. Uang dihambur. Orang asli Papua dibujuk, dirayu, diming-imingi dengan janji-janji manis, hiburan, pidato yang indah, visi misi yang memihak OAP, semuanya demi satu tujuan: dirinya dengan pasangan terpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur provinsi Papua 2013-2018.

Yang terpenting dari moment pemilihan gubernur Papua yang menurut jadwal dselenggarakan tanggal 29 Januari itu adalah bahwa peristiwa itu akan menjadi dasar bagi nasib orang Papua ke depan.

Bila orang Papua memilih pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang dalam pemaparan programnya telah didengar jelas, akan memekarkan Papua menjadi 6 provinsi, maka orang Papua harus bersiap diri menghadapi perisitwa besar itu. Satu konsekuensi yang pasti adalah, bahwa pemekaran itu akan membuka pintu bagi datangnya migrasi besar besaran para pendatang ke tanah Papua.

Banyak orang menilai, program pemerintah akan adanya pemekaran yang kini juga didengungkan oleh para kandidat adalah cara baru untuk memindahkan para gelandangan, yang tak memunyai tanah, rumah dan tempat tinggal untuk datang mencari makan di tanah Papuayang faktanya telah siap memberi hidup kepada siapa saja. Pemekaran adalah ‘transmigrasi jilid II’ atau lebih tepatnya program transigrasi terselubung. Para sarjana, pengangguran dan yang lainnya seperti melihat surga bila pemekaran 4 provinsi tambahan di Papua itu terwujud.

Ketika itu terjadi, maka populasi Orang Asli Papua yang kini 40% dibanding pendatang yang 60% akan menajdi lebih sedikit. Bisa jadi akan terjadi pertambahan penduduk secara besar-besaran, hingga bukan mustahil, orang Papua 20% berbanding pendatang 80%. Poinnya disini, eksistensi orang Papua di tanah Papua dipertaruhkan dalam pilgub.

Kedua, orang Papua yang tidak siap secara ekonomi, pendidikan, dan cukup bekal keterampilan dan mental wirausaha, silahkan bersiap siap untuk ‘get out’ dari tempat anda tinggal sekarang. Orang asli Papua akan semakin terdesak, masuk ke pinggiran kota. Ia tak akan mampu bertahan di tengah persaingan ekonomi, politik, dan kepentingan di tengah kota-kota di papua yang akan semakin panas, karena banyaknya mereka yang datang mencari hidup.

Kemungkinan besar, eksploitasi atas sumber daya alam akan semikn bertambah, dengan dalih untuk pemasukan bagi APBD untuk masing-masing kabupaten, dan provinsi. Permainan kepentingan dan kong kaling kong antara aparat pemerintahan dan pengusaha akan membuat lingkaran permainan kepentingan yang pada intinya merugikan rakyat akar rumput yang adalah masyarakat pribumi Papua.

Itu hanya gambaran singkat, bagaimana dampak yang  harus kita terima, bila yang menjadi gubernur membuat kebijakan yang keliru, tanpa berpikir panjang.itu semua adalah dampak bila orang Papua ikut pilgub.

Bila mereka tidak terpilih dan yang terpilih adalah  kandidat lain, juga adalah pemilihan yang penuh dengan konsekuensi. Pemimpin baru identik dengan program baru, cara kerja baru, visi dan misi baru, menenggelamkan yang lama, dan tentu semua itu bukan tanpa konsekuensi.

Moment Pilgub juga adalah sebuah momen penentuan masa depan orang Papua, juga karena para tahanan politik Papua Barat, Filep Karma, Buchtar Tabuni, Yusak Pakage, Forkorus Yaboisembut, Selpius Bobii, dan kawan-kawannya telah membuat suatu keputusan, dan mengeluarkan seruan untuk memboikot pilgub maupun pilkada. Pokoknya, setiap kebijakan penjajah (pemerintah) ditolak dengan tegas oleh mereka.

Dalam pernyataan sikap mereka, mereka menyerukan kepada segenap orang Papua untuk tidak memperpanjang sejarah penjajahan kolonial Indonesia terhadap bangsa Papua. Mereka beranggapan, moment Pilgub adalah saat yang tepat untuk menyatukan langkah, menolak semua kebijakan kolonial, dan menuntuk hak dasar bangsa Papua sebagai sebuah bangsa, yakni kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Papua.

Seruan terakhir inipun penuh konsekuensi. Dimana disana, bila betul orang Papua bersatu dan memboikot Pilgub papua, kemungkinan besar gejolak politik akan menysul. Disana, bila orang Papua konsisten menolak kebijakan produk penjajah, bisa jadi orang Papua akan mendekati garis finish, dimana kemerdekaan orang Papua yang dicita-citakan terwujud. Hanya sebuah gambaran, bila demikian jadinya, orang Papua punya akan mendapatkan sebuah pengulangan kesempatan, dimana bangsa Papua akan dapat mengatur diri mereka sendiri, menata hidup mereka sendiri, sehingga eksistensi mereka terjamin, hidup mereka bebas dari cengkeraman kapitalisme imperialisme global, dan dapat menatap masa depan.

Semua akhirnya kembali pada hari itu, hari dimana Pilgub dilaksanahkan. Bila orang Papua memilih salah satu kandidat dan terpilih, bersiaplah untuk menanti, bakal ada perubahan apa yang akan dibawa sang pemenang itu.

Bila orang Papua secara kosnsiten memboikot Pilgub dan menyatukan hati untuk menolak semua kebijakan produk penjajah, juga orang Papua harus bersiap diri untuk menghadapi dampaknya.

Kuncinya kembali kepada persatuan. Dengan bersatu, orang Papua akan menjadi satu kesatuan kekuatan yang akan sangat sulit untuk dihancurkan. Tentukan pilihan, dan konsisten dengan pilihan itu.  Masa depan ada di moment Pilgub: orang Papua, kaulah yang menetukan nasibmu sendiri.

Pikirlah baik, dan dengan berani tentukan pilihanmu. Akhirnya, bersatuan tanpa batas bagi orang Papua tetaplah yang utama.

*) Penulis adalah mahasiswa Papua, kuliah di Yogyakarta

Foto, tpn: Slogan/DOk. ist/@FB
Foto, tpn: slogan/Dok. ist/@FB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar